Mantan Pj Walikota Pekanbaru Akui Terima Uang Gratifikasi

Hukrim12 Dilihat

HARIAN24.COM , PEKANBARU - Mantan Penjabat Walikota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa tak mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terkait kasus korupsi dan gratifikasi yang menjeratnya.

“Saya menyampaikan bahwa saya memang melanggar sumpah dan janji jabatan selama menjabat pj wali kota, dan saya memang menerima uang,” ungkap Risnandar dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (29/4/2025).

Sidang dipimpin ketua majelis hakim Delta Tamtama, dengan didampingi hakim anggota, Jonson Parancis dan Adrian HB Hutagalung.

Hal senada disampaikan dua terdakwa lain dalam kasus yang sama mantan sekda Kota Pekanbaru Indra Pomi Nasution dan mantan plt Kabag Umum Setdako, Novin Karmila.

Keduanya mengakui kesalahannya menerima uang korupsi dan menyatakan menyesali perbuatannya.

Selain melakukan korupsi dengan memotong anggaran, eks PJ Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa ternyata juga menerima gratifikasi dari sejumlah pejabat ASN.

JPU KPK, Meyer Volmar Simanjuntak saat membacakan surat dakwaan menyebut, Risnandar Mahiwa menerima gratifikasi berupa uang dan barang dengan total nilai Rp 906 juta dari sejumlah pejabat di lingkungan Pemko Pekanbaru selama periode Mei hingga November 2024.

Terdakwa menerima sejumlah uang dan barang dari delapan pejabat dalam berbagai kesempatan.

Penerimaan tersebut dilakukan baik secara langsung maupun melalui perantara ajudan terdakwa.

Adapun rinciannya, pada Mei 2024, Risnandar menerima Rp5 juta dari Wendi Yuliasdi selaku Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan dan Kebersihan Dinas LHK melalui Tengku Ahmad Reza Pahlevi selaku Sekretaris Dinas LHK.

Berlanjut pada Juni 2024, Risnandar menerima Rp50 juta dari Mardiansyah selaku Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman melalui Mochammad Rifaldy Mathar selaku ajudan pj wali kota.

Kemudian Juni-November 2024, terdakwa Risnandar menerima total Rp 70 juta dan satu tas merek Bally senilai Rp 8,5 dari Zulhelmi Arifin selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan melalui Nugroho Adi Putranto alias Untung selaku ajudan pj wali kota.

Berikutnya Juli-November 2024, terdakwa Risnandar menerima total Rp 200 juta dari Yulianis selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah melalui Nugroho Adi Putranto alias Untung selaku ajudan pj wali kota.

Lalu, Juli-November 2024, terdakwa Risnandar kembali menerima total Rp 80 juta dan dua kemeja senilai Rp 2,5 juta dari Alek Kurniawan, Kepala Badan Pendapatan Daerah melalui Nugroho Adi Putranto selaku ajudan pj wali kota.

Kemudian, Agustus-November 2024, Risnandar menerima total Rp 350 juta dari Indra Pomi Nasution selaku Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru melalui Mochammad Rifaldy selaku ajudan pj wali kota.

Berlanjut Juni-September 2024, Risnandar menerima lagi total Rp 40 juta dari Yuliarso selaku Kepala Dinas Perhubungan, sebagian melalui Nugroho Adi Putranto alias Untung.

Terakhir, pada November 2024, Risnandar menerima Rp100 juta dari Edward Riansyah selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.

JPU KPK menyebut, patut diduga bahwa penerimaan gratifikasi memiliki keterkaitan dengan jabatan terdakwa sebagai pj wali kota Pekanbaru saat itu.

“Perbuatan ini jelas bertentangan dengan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi serta kewajiban terdakwa sebagai penyelenggara negara untuk tidak melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme,” beber JPU KPK.

Atas perbuatannya tersebut, Risnandar Mahiwa dijerat Pasal 12B juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, Risnandar Mahiwa bersama dua mantan bawahannya, yakni eks Sekda Kota Pekanbaru, Indra Pomi Nasution dan eks Plt Kabag Umum Setdako, Novin Karmila, juga didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dengan melakukan pemotongan anggaran Pemko Pekanbaru Rp 8,9 miliar.

JPU KPK, Meyer Volmar Simanjuntak saat membacakan dakwaan menjelaskan, Risnandar Mahiwa melakukan perbuatan korupsi dengan melakukan pemotongan dan menerima uang secara tidak sah dari pencairan Ganti Uang Persediaan (GU) dan Tambahan Uang Persediaan (TU) yang bersumber dari APBD/APBD Perubahan (APBD-P) Kota Pekanbaru Tahun Anggaran 2024.

“Total uang yang diduga dipotong dan diterima mencapai Rp8.959.095.000,” ungkap Meyer.

Lanjutnya, dari Rp8,9 miliar lebih itu, Risnandar Mahiwa menerima uang Rp 2,9 miliar lebih. Sementara terdakwa Indra Pomi Nasution menerima uang Rp 2,4 miliar lebih.

Lalu Novin Karmila, menerima uang sejumlah Rp 2 miliar lebih. Satu lagi, Nugroho Dwi Putranto alias Untung yang merupakan ajudan Risnandar, ternyata diketahui menerima aliran rasuah senilai Rp 1,6 miliar. (*)