HARIAN24.COM , PEKANBARU - Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Provinsi Riau menyelenggarakan Seminar Keinsinyuran dan Rapat Kerja Wilayah serta Cabang (Rakerwil–Rakercab) di Pekanbaru.
Kegiatan ini menjadi momentum strategis konsolidasi organisasi dan forum intelektual keinsinyuran dengan tema: “Insinyur untuk Pembangunan Berkelanjutan: Merawat Tuah, Menjaga Marwah Alam Riau.”
Acara ini dibuka oleh perwakilan Gubernur Riau, Novri Ilham ST MEng.
Ia menyampaikan pesan penting mengenai perlunya arah pembangunan yang beretika dan berpihak pada lingkungan.
PII dipandang sebagai aktor penting dalam mengawal kebijakan pembangunan hijau dan menjaga sumber daya alam.
Ketua PII Wilayah Riau, Ir Ulul Azmi ST CST IPM ASEAN Eng dalam sambutannya menekankan bahwa pembangunan berkelanjutan harus berbasis pada etika keinsinyuran dan kesadaran ekologis.
Ia menyatakan PII Riau siap mendukung gagasan green policing dan menumbuhkan green engineer sebagai garda terdepan dalam pembangunan yang memelihara alam untuk generasi masa depan.
Sambutan Ketua Umum PII, Dr Ing Ilham Akbar Habibie MBA IPU yang diwakili oleh Ir Enno Yuniarto MT IPM menggarisbawahi bahwa keinsinyuran Indonesia harus mengedepankan nilai-nilai profesi, kolaborasi lintas sektor, dan tanggung jawab moral terhadap dampak jangka panjang pembangunan.
Sorotan utama dalam kegiatan ini adalah pemikiran reflektif dari intelektual Nasional Rocky Gerung, yang memberikan ceramah bertema “Etika Keinsinyuran dan Masa Depan Peradaban.”
Dalam pembukaan yang penuh humor dan makna, Rocky menyebut bahwa dari Rohil ke Rohul, insinyur sudah berkumpul menyiratkan bahwa keinsinyuran adalah ruang dialog akal dan hati.
Ia menyebut peserta seminar sebagai very insinyur person mereka yang tidak hanya berpikir logis, tetapi juga memiliki nurani.
"Very insinyur person adalah orang yang memungkinkan kehidupan ini dibangun dengan mengolah alam, tapi sekaligus memperhatikan akibat sosial dan psikologis dari pengolahan itu," ujarnya.
Rocky membedakan antara insinyur sebagai profesi teknis dan keinsinyuran sebagai cara berpikir dan bertindak berdasarkan nilai.
Menurutnya, keinsinyuran tidak cukup hanya membaca benda mati, tapi harus mampu membaca dampak sosial, budaya, dan ekologis dari pembangunan.
Ia menegaskan bahwa hari ini pembangunan sering dirayakan hanya dari sisi kuantitatif, seperti panjangnya jalan tol, namun lupa pada “panjangnya jalan pikiran.”
Pembangunan harus kembali disandarkan pada pertanyaan-pertanyaan kritis: Apakah ini adil? Apakah ini berkelanjutan? Apakah ini memanusiakan?
Rocky juga menyampaikan keprihatinan terhadap hilangnya daya kritis dalam era teknologi.
Ia mencontohkan bagaimana artificial intelligence dapat menjadi cermin dari degradasi intelektual masyarakat jika pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terlalu dangkal.
Padahal, justru insinyur harus melatih masyarakat untuk bertanya hal yang substansial, bukan hanya sekadar penasaran.
Dalam konteks lingkungan, Rocky mengajak para insinyur untuk memiliki sensitivitas terhadap alam.
Ia menggambarkan bahwa di dalam satu pohon terdapat sungai vertikal yang hidup, dan di setiap tumbangnya pohon ada implikasi ekologis yang tidak selalu terdengar sebagai bunyi, tetapi terasa sebagai krisis.
"Kapiler pohon adalah sungai yang naik dari akar ke daun,” sebutnya sembari menekankan pentingnya memandang lingkungan bukan hanya dari sisi fisik, tetapi dari dinamika kehidupan di dalamnya.
Ia menutup dengan refleksi mendalam: jika pohon di hutan Amazon tumbang dan tidak ada yang mendengar, apakah itu tetap dianggap bunyi?
Bagi insinyur yang mengandalkan empiris, jawabannya bisa tidak. Tapi bagi insinyur yang berpikir ekologis, jawabannya jelas: "Ya, karena setiap tumbangnya pohon adalah peringatan akan tumbangnya keseimbangan.”
Rocky menyebut kehadirannya dalam forum ini bukan semata sebagai undangan resmi, melainkan karena persahabatannya dengan Ir Ulul Azmi.
“Saya hadir karena sahabat saya, Ulul Azmi, adalah pemikir muda yang mewakili keinsinyuran progresif. Ia bukan hanya membangun struktur, tapi juga berpikir tentang masa depan bangsa dan etika pembangunan,” ujar Rocky.
Kegiatan dihadiri oleh berbagai unsur Forkopimda, BBKSDA, para akademisi dari Fakultas Kehutanan UNRI dan Universitas Lancang Kuning, para penggiat lingkungan, serta ratusan mahasiswa sains dan teknologi.
Rakerwil dan Rakercab PII Riau juga membahas langkah-langkah strategis untuk memperkuat program kerja yang selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan kolaborasi lintas sektor. (*)