Pengaruh Sengketa Tanah Terhadap Penjualan Unit Properti

Opini79 Dilihat

Oleh: Zulfikri Toguan

Dosen Hukum Bisnis, Universitas Islam Riau (UIR)

 

Abstrak

Sengketa tanah merupakan satu permasalahan klasik dalam dunia properti di Indonesia. Dampak dari sengketa tanah bukan hanya pada aspek hukum dan kepemilikan, tetapi juga memengaruhi strategi pemasaran dan kepercayaan konsumen dalam membeli unit properti.

Artikel ini mengkaji pengaruh signifikan dari keberadaan sengketa tanah terhadap aktivitas penjualan properti, baik dari sisi pengembang, pemasar, maupun calon konsumen, serta memberikan pendekatan strategis untuk meminimalkan dampaknya.

Pendahuluan

Industri properti di Indonesia terus berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan hunian dan ruang usaha. Namun, pertumbuhan ini seringkali diiringi oleh berbagai permasalahan hukum, salah satunya adalah sengketa atas tanah yang menjadi objek pembangunan.

Menurut data Kementerian ATR/BPN, lebih dari 60% sengketa agraria di Indonesia berkaitan dengan tumpang tindih klaim kepemilikan dan tidak sinkronnya data fisik dan yuridis tanah (ATR/BPN, 2022).

Hal ini berdampak langsung pada aktivitas marketing dan penjualan unit properti.

 

Pengaruh Sengketa Tanah Terhadap Penjualan Unit Properti

 

1. Menurunnya Kepercayaan Konsumen

Konsumen cenderung menghindari risiko membeli properti yang berpotensi bermasalah secara hukum. Sengketa tanah mengindikasikan ketidakpastian hak atas objek jual beli, sehingga calon pembeli memilih menunda atau membatalkan transaksi. Seperti yang ditegaskan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, sahnya suatu perjanjian termasuk perjanjian jual beli properti mensyaratkan objek yang dapat ditentukan dan halal untuk diperjualbelikan. Jika tanah sengketa, maka keabsahan transaksi dipertanyakan.

2. Tertundanya Proses Legalitas dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

Bank sebagai pemberi kredit sangat berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan ke properti yang objeknya dalam sengketa. Sertifikat tanah yang menjadi agunan harus bebas dari catatan perkara. Ini menyebabkan pengembang kesulitan mengalirkan penjualan melalui skema KPR.

3. Gangguan Reputasi Developer

Sekali nama pengembang tercemar karena terlibat sengketa tanah, kepercayaan pasar jangka panjang dapat terpengaruh. Konsumen kini makin cerdas dan melakukan due diligence sebelum membeli.

4. Penurunan Nilai Jual

Properti yang berada di atas tanah sengketa akan mengalami depresiasi nilai, meskipun lokasinya strategis. Investor dan spekulan juga akan enggan masuk ke proyek tersebut.

Kasus-Kasus Relevan

Kasus PT Sentul City Tbk (2021): Sengketa tanah antara pengembang dengan warga adat di kawasan Bogor menyebabkan tertundanya pengembangan proyek residensial. Penjualan unit pun mengalami penurunan signifikan.

Kasus Taman BMW (Jakarta): Proyek pembangunan stadion sempat terganggu akibat klaim kepemilikan oleh pihak ketiga yang belum diselesaikan. Akibatnya, proyek komersial di sekitarnya ikut terhambat.

Strategi Marketing Menghadapi Sengketa Tanah

1. Transparansi Legalitas Developer dan marketing harus menyiapkan dokumen legalitas lengkap dan siap verifikasi, termasuk SKPT, IMB, hingga hasil pengecekan sertifikat dari BPN.

2. Sertifikasi Pra-Penjualan Gunakan jasa notaris/PPAT independen untuk memberikan sertifikasi awal bahwa objek properti tidak dalam sengketa.

3. Penyusunan Risk Disclosure Statement

Calon konsumen harus diberikan informasi secara jujur terkait status lahan. Ini dapat membangun kepercayaan jangka panjang.

4. Penyelesaian Sengketa Secara Progresif

Bila sengketa terjadi, libatkan mediasi hukum atau pendekatan win-win solution agar tidak berlarut dan tidak mengganggu pemasaran.

Perlindungan Hukum Konsumen

UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen melindungi hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur. Developer atau agen properti yang menyembunyikan status tanah dalam sengketa dapat dikenakan sanksi administratif dan pidana.

Dalam praktik, apabila pembelian sudah terjadi dan kemudian diketahui bahwa tanah masih dalam sengketa, konsumen dapat mengajukan pembatalan perjanjian dan menuntut ganti rugi melalui Pasal 1243 KUHPerdata terkait wanprestasi.

Kesimpulan

Sengketa tanah secara langsung menghambat penjualan unit properti melalui rusaknya kepercayaan konsumen, tertundanya legalitas, dan menurunnya nilai jual. Oleh karena itu, pelaku industri properti, khususnya tim marketing dan pengembang, harus memahami risiko hukum ini dan menyusun strategi penjualan yang adaptif, transparan, dan preventif.

 

Daftar Pustaka

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria

4. Kementerian ATR/BPN. (2022). Data Sengketa Agraria Nasional

5. Lubis, A. (2018). Hukum Properti dan Risiko Investasi Tanah. Jakarta: Sinar Grafika.

6. Harsono, Boedi. (2008). Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Djambatan.

7. Putusan MA No. 2090 K/Pdt/2014 tentang Sengketa Lahan Perumahan.

8. Kompas.com, Detik.com, dan CNBC Indonesia (2021–2024) – laporan-laporan sengketa properti. (*)